Kekayaan alam yang berlimpah di daerah timur Indonesia menjadi daya tarik bagi belanda untuk menguasainya. Diperlukan perjuangan yang tidak mudah untuk menarik Irian Barat atau saat ini lebih dikenal dengan nama Papua Barat, untuk bergabung menjadi bagian Negara Kedaulatan Republik Indonesia NKRI. Papua adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah utara Australia dan merupakan bagian dari wilayah timur Indonesia. Sebagian besar daratan Papua masih berupa hutan belantara. Papua merupakan pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland. Sebelum nama Papua Irian Barat dikenal ada banyak nama yang diberikan salah satunya Kerajaan Majapahit yang menyebut dengan dua nama yaitu Wanin dan Sram. Sedangkan pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea, sebagai usaha untuk memperkuat kedudukannya di Papua. Perjuangan yang dilakukan pemerintah Indonesia demi membebaskan Irian Barat dilakukan dengan berbagai upaya, baik dalam bentuk diplomasi, politik, ekonomi, bahkan dengan menggunakan senjata. Perjuangan Melalui Diplomasi Salah satu jalan yang dianggap tidak akan memakan korban jiwa akibat pecahnya konflik bersenjata diantara kedua belah pihak adalah melalui jalan Diplomasi. Dimana, sesuai dengan isi kesepakatan dalam Konfrensi Meja Bundar KMB sebenarnya telah dinyatakan bahwa Kerajaan Belanda akan menyerahkan kedaulatan wilayah Irian Barat kepada Republik Indonesia pada akhir 1950 dengan tidak bersyarat dan tidak dapat dicabut. Namun, hal tersebut tidak berjalan dengan mulus karena Belanda nampaknya tidak mematuhi isi perjanjian Konfrensi Meja Bundar KMB tersebut, sehingga bangsa Indonesia berusaha keras merebut Irian Barat dari Belanda dengan jalan membawa permasalahan ini ke Persatuan Bangsa-bangsa PBB. Baca juga Apa yang Kamu Ketahui Tentang Perang Diponegoro? Persoalan Irian Barat ini berulang kali dimasukan ke dalam agenda Sidang Majelis Umum PBB, tetapi tidak memperoleh tanggapan yang positif. Hal ini tentu saja memicu pemerintah Indonesia untuk bertindak lebih lanjut, dimana pada tanggal 17 Agustus 1960 Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan pemerintah Belanda. Perjuangan Melalui Ekonomi dan Politik Disamping itu, jalan yang ditempuh pemerintah Indonesia untuk merebut Irian Barat lewat bidang ekonomi. Dimana, bentuk konfrontasi yang dilakukan antara lain nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada tahun 1951, melarang maskapai penerbangan Belanda melakukan aktivitasnya di wilayah Indonesia, melarang beredarnya terbitan berbahasa Belanda, pemogokan buruh pada perusahaan Belanda, semua perwakilan konsuler Belanda di Indonesia dihentikan dan nasionalisasi secara sepihak terhadap perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Sedangkan jalan lewat politik, Pemerintah Indonesia secara sepihak membatalkan hasil KMB dan mengesahkan kekuasaannya atas Irian Barat. Maka pada 17 Agustus 1956 Pemerintah Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibu kotanya Soa Siu. Perjuangan dengan Konfrontasi Bersenjata Perjuangan dengan jalan diplomasi, politik, maupun ekonomi ternyata belum berhasil mengusir penjajah dari kawasan timur Indonesia ini, sehingga bangsa Indonesia mencoba alternatif lainnya dengan konfrontasi bersenjata. Terjadi beberapa peristiwa dalam konfrontasi bersenjata ini guna penyelesaian konflik Indonesia-Belanda, antara lain Operasi TRIKORA, Operasi Komando Mandala, Operasi Banteng di Kaimana Fak-fak, Operasi Serigala di Teminabuan dan juga Sorong, Operasi Naga di Marauke dan juga Kaimana. Please follow and like us Kelas Pintar adalah salah satu partner Kemendikbud yang menyediakan sistem pendukung edukasi di era digital yang menggunakan teknologi terkini untuk membantu murid dan guru dalam menciptakan praktik belajar mengajar terbaik. Related TopicsHIndia BelandaIndonesiaIPS TerpaduIrian BaratKelas 9PapuaPerjuangan membebaskan Irian Barat You May Also Like
Dalamsalah satu artikel yang dibuat Harun Nasution menyatakan manusia adalah makhluk rasional sesuai dengan berbagai ayat dalam Al-Qur’an. Kata akal yang sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-‘aql, yang dalam bentuk kata benda, Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqluh ( ) dalam 1 ayat, Ta’qilun ( ) 24
Padatahun 1963 keberatan Sukarno mengkristal dalam kebijakan tentang “Konfrontasi Indonesia-Malon” yaitu sebuah kebijaksanaan untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan pihak Malon yang dianggap pro-imperialis, dan segera ditambah dengan intervensi militer tingkat rendah oleh Indonesia.
Mahasiswa/Alumni Universitas Negeri Semarang23 April 2022 0554Hai Shakila, Kaka bantu jawab yaa. Jawaban D Untuk lebih jelasnya, yukk pahami penjelasan berikut ini. Belanda baru mengakui kedaulatan Indonesia setelah hasil KMB telah ditandatangani. Namun, polemik datang yang membuat Indonesia memutuskan untuk tidak menjalin hubungan dengan Belanda. Polemik yang dimaksud adalah masalah Papua Barat yang akan dibahas satu tahun setelah KMB. Nyatanya lebih dari setahun, Belanda masih tutup mata mengenai masalah Papua Barat. Belanda masih kekeh mempertahankan kekuasaan di Papua Bara sebagai negeri jajahannya. Dengan demikian, jawaban yang benar ditunjukkan oleh opsi D. Belanda tidak mempunyai iktikad baik untuk menyelesaikan masalah irian barat Semoga membantu yaa
Jawaban D. Belanda tidak mempunyai iktikad baik untuk menyelesaikan masalah Irian Barat PEMBAHASAN Salah satu hasil dari Konferensi Meja Bundar yang digelar pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai dengan 2 November 1949 di Den Haag, Belanda ialah mengenai permasalahan Irian Barat yang akan ditunda selama satu tahun. Namun, setelah satu tahun berlalu, Belanda masih enggan untuk mengembalikan Irian Barat kepada Indonesia. Hal ini mengundang kekecewaan dari rakyat Indonesia dan berusaha untuk merebut Irian Barat agar dapat kembali menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbagai upaya dikerahkan demi merebut kembali Irian Barat, salah satunya adalah dengan memutuskan hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Belanda pada tanggal 17 Agustus 1960. Dengan demikian, jawaban yang benar adalah D.
PresidenSoekarno pada saat itu merupakan salah satu orang yang menentang keras Imperialisme barat yang salah satu bentuknya adalah pada era konfrontasi, yaitu ketika Indonesia menentang pembentukan Federasi Malaysia. Ketegangan Indonesia-Belanda makin memuncak ketika Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda pad 10 ~Kisah hubungan dua negeri ini diwarnai pasang surut. Masa-masa bulan madu hubungan Indonesia-Uni Soviet terjadi pada era pemerintahan Sukarno. Hubungan itu kian merenggang saat Soeharto memimpin negeri ini. Sejarah hubungan diplomatik Indonesia-Uni Soviet berdasarkan versi pemerintah bemula pada 24 Desember 1949 ketika pemerintah Uni Soviet menerima pesan resmi mengenai kesepakatan hubungan antara Belanda dan Indonesia. Setelah itu, Menteri Luar Negeri Uni Soviet Andrei Vyshinsky mengirimkan telegram kepada Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Mohammad Hatta. Telegram tersebut berbunyi, “Atas nama pemerintah Uni Soviet, saya dengan hormat menginformasikan kepada Anda, sejak pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pada 27 Desember 1949 di Den Haag, Belanda, pemerintah Uni Soviet memutuskan mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Republik Indonesia dan akan membangun hubungan diplomatik dengan Indonesia.” Kemudian pada 2 Februari 1950 diselenggarakan sidang kabinet menteri Republik Indonesia untuk membahas telegram dari Uni Soviet itu. Dalam telegram jawaban yang dikirim dari Jakarta ke Moskow pada tanggal 3 Februari 1950, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Mohammad Hatta memastikan telah menerima telegram keputusan Pemerintah Uni Soviet yang mengakui Republik Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat dan merencanakan menjalin hubungan diplomatik dengan pihak Uni Soviet. Balasan pemerintah RI itulah yang dijadikan tonggak resmi pembukaan hubungan diplomatik kedua negara. Jika menilik lebih jauh ke belakang, hubungan Indonesia dengan Uni Soviet sebenarnya telah dirintis oleh Soeripno dengan Duta Uni Soviet di Praha, Silin, pada 22 Mei 1948. Namun hubungan yang telah terjalin itu tidak diakui secara resmi oleh pemerintah Indonesia. Penandatanganan hubungan diplomatik Indonesia dengan Uni Soviet dianggap di luar dugaan. Soeripno adalah mahasiswa Indonesia yang belajar ilmu kimia di Belanda. Dia bergabung dengan Perhimpunan Indonesia dan terlibat dalam perlawanan terhadap fasisme Jerman saat menduduki Belanda. Sekembalinya di Indonesia, Soeripno yang telah menjadi tokoh komunis muda pergi bertolak meninggalkan Indonesia pada pertengahan 1947 untuk mewakili Indonesia ke kongres pemuda sedunia, World Federation of Democratic Youth WFDY di Praha. Sebelumnya, pada November 1945, Soeripno yang saat itu masih berada di Belanda, juga memimpin delegasi Indonesia ke Pertemuan Pemuda Internasional. Soe Hok Gie dalam Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan menulis pada 30 Juni 1947 Soeripno dan Francisca Fanggidaej pergi ke Praha untuk menghadiri kongres International Union of Students IUS. Sementara itu, pendapat berbeda dikemukakan oleh Francisca Fanggidaej dalam tulisannya Penilaian Terhadap Masa Kini Atas Dasar Pengalamanku Masa Lalu yang disampaikan pada Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-60, 21 Agustus 2005 di gedung De Schakel Diemen, Amsterdam, Belanda. Menurutnya, pada 21 Juli 1947, tepat pada hari di mana Belanda melancarkan Agresi Militer I, dia berangkat ke India untuk meneruskan perjalanan ke Festival Pemuda Sedunia Pertama di Praha. “Bersama dengan saya sebagai anggota Delegasi Pemuda Indonesia adalah Soeripno, Ketua Delegasi, wakil mahasiswa Indonesia di IUS yang ketika itu sedang berkunjung di Indonesia. Di Praha, Indonesia menjadi pusat perhatian wakil-wakil generasi muda pasca Perang Dunia II yang datang dari segala jurusan di dunia. Semboyan “Stop The War In Indonesia” dalam lima bahasa bahasa Inggris, Prancis, Rusia, Tionghoa dan Arab berkumandang di jalan-jalan dan lapangan-lapangan Praha,” tulis Francisca. Selain mengikuti kongres pemuda itu Soeripno juga membawa agenda lain membangun hubungan diplomatik dengan Uni Soviet. Dari siapakah perintah itu? Menurut berita Pelita Rakjat, 3 Juni 1948, Soeripno mendapatkan mandat penuh dari Presiden Sukarno untuk bertindak sebagai utusan dan wakil resmi dari Indonesia. NJF Zandstra, direktur suratkabar De Vrije Pers di Surabaya yang pernah mengunjungi Yogyakarta dan menggeledah rumah Soeripno menemukan sepucuk surat bukti mandat resmi kepada Soeripno untuk membuka hubungan diplomatik dengan Uni Soviet. “Ditemukan surat jalan, lengkap dengan stempelnya buat perjalanan Soeripno dan sepucuk surat yang ditandatangani oleh Presiden Sukarno, di mana diberikan kewajiban kepada Soeripno untuk mengadakan hubungan persahabatan dengan negara Eropa Timur dan Uni Soviet. Ditemukan juga sepucuk surat balasan dari Rusia yang ditulis dalam bahasa Roes,” tulis Pelita Rakjat, 30 Desember 1948. Harian Pelita Rakjat, 28 Mei 1948 memberitakan beberapa waktu setelah kongres pemuda sedunia berakhir, kabar tentang Soeripno nyaris tak terdengar lagi. Tiba-tiba pada hari Rabu, 19 Mei 1948 siaran resmi stasiun radio Moskow menyiarkan telah ditandatangani perjanjian hubungan diplomatik antara Indonesia dan Uni Soviet. Kantor Berita Uni Soviet TASS mengumumkan secara resmi bahwa seorang wakil istimewa Indonesia, Soeripno melalui perantaraan Kedutaan Uni Soviet di Praha mengajukan usul kepada Pemerintah Uni Soviet agar diadakan hubungan diplomatik. Hubungan itu akan ditindaklanjuti dengan pertukaran konsul. Menurut Soe Hok Gie mandat yang diberikan kepada Soeripno juga mendapatkan izin dari Menteri Luar Negeri Republik Indonesia H. Agus Salim. “Dia Soeripno-Red tetap tinggal di sana Uni Soviet-Red dan membuka kantor penerangan Indonesia. Dia juga bertindak sebagai wakil Indonesia untuk negara-negara Eropa Timur. Pada 25 Desember 1947, dia mendapatkan kuasa untuk mengadakan kontak dengan Uni Soviet di sana. Dia menerimanya pada Januari 1948. Pada 13 Januari 1948, dia mengadakan kontak dengan Duta Besar Silin,” tulis Gie. Namun Agus Salim membantah. Kepada wartawan Aneta seperti dikutip Pelita Rakjat, 2 Mei 1948, Agus Salim mengatakan, bahwa dia tidak mengetahui tentang diadakannya hubungan diplomatik dengan Uni Soviet. “Tidak ada seorang wakil Republik yang diberi kuasa untuk mengadakan suatu perjanjian semacam itu. Berita yang disiarkan oleh Radio Moskow mungkin berarti bahwa Uni Soviet dengan kehendak sendiri mengakui Indonesia,” kata Agus Salim. “Meskipun Soeripno telah diberi kuasa oleh Presiden Sukarno, toh ini adalah di luar kebiasaan, karena tidak mengadakan permusyawarahan terlebih dahulu dengan menterinya, sebelum mengadakan perjanjian yang demikian pentingnya,” ujar Agus Salim kepada Pelita Rakjat, 31 Mei 1948. Bagi Agus Salim, kedudukan Soeripno di Uni Soviet tidak jelas. Soeripno sama sekali tidak diberi kekuasaan untuk menandatangani suatu perjanjian. Dengan demikian, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia tidak mengakui tindakan-tindakan Soeripno. Tindakan-tindakan yang diambil oleh Soeripno tidak mewakili Indonesia. Mohammad Hatta kepada wartawan Aneta seperti dikutip Pelita Rakjat, 7 Juni 1948, mengatakan semua tindakan Soeripno atas kekuasaan yang diberikan kepadanya harus lebih dulu mendapat pengesahan dari pemerintah Indonesia. “Perihal hubungan diplomatik dengan negara luar, Indonesia tidak berniat untuk memperluas hubungan dengan luar negeri,” kata Hatta. Saat itu Republik Indonesia hanya memiliki tujuh wakil di luar negeri, yaitu di Lake Success, Amerika Serikat; New Delhi, India; Karachi, Pakistan; Kairo, Mesir; London, Inggris; New York dan Singapura. “Perwakilan Republik terkuat adalah di Kairo dan New Delhi,” kata Agus Salim kepada Pelita Rakjat, 2 Mei 1948. Pekerjaan Soeripno menjalin relasi dengan Uni Soviet pun seolah sia-sia dengan adanya sangkalan-sangkalan itu. Hubungan dengan Uni Soviet yang dibangun Soeripno ternyata menimbulkan persoalan politik buat pihak Indonesia yang akan mengadakan Penjanjian Kaliurang dengan Belanda. Perjanjian itu melibatkan Komisi Tiga Negara atau Komisi Jasa Baik Committee of Good Offices. Dalam sidang komisi itu, Belanda meminta penjelasan kepada pemerintah Indonesia terkait masalah itu. Bahkan, tidak berapa lama setelah penandatanganan perjanjian, Menteri Luar Negeri Belanda, CGW Baron van Boetzelaer van Oosterhout memanggil duta besar Uni Soviet untuk Belanda, Baron mengatakan penandatanganan hubungan diplomatik yang dilakukan Indonesia dengan Uni Soviet telah melanggar Perjanjian Renville. “Azas perjanjian itu bahwa kedaulatan Indonesia seluruhnya diserahkan kepada Negara Indonesia Serikat dan dipegang oleh Kerajaan Belanda,” kata Baron seperti dikutip Pelita Rakjat, 31 Mei 1948. Pemerintah Indonesia kemudian mengumumkan suatu komunike resmi. Isinya, bahwa Soeripno dipanggil segera kembali ke Indonesia. Terkait dengan politik luar negeri Indonesia, tetap sebagaimana yang telah diterangkan kepada Komisi Jasa Baik, yakni untuk sementara Indonesia tidak akan memperluas hubungan dengan luar negeri. Mengenai komunike itu, Antara memberitakan seperti dikutip Pelita Rakjat, 31 Mei 1948, bahwa Pemerintah Indonesia belum dapat mengetahui isi perjanjian Soeripno dengan Uni Soviet. Ada kemungkinan, bahwa hal ini adalah sesuatu “eenzijdige erkening” pengakuan sepihak Uni Soviet. Seperti halnya pengakuan Uni Soviet atas Israel. Sebenarnya, kuasa yang diberikan kepada Soeripno tidak salah karena pada Desember 1947 sebelum penandatanganan perjanjian Renville, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan “volmacht” kuasa umum untuk menjalin hubungan dengan negara-negara di Eropa Tengah dan Eropa Timur. Kebijakan ini dikeluarkan karena ancaman aksi militer Belanda. Untuk alasan itu Sukarno memberi kuasa kepada Soeripno pada September 1947. Namun persoalannya kuasa itu diberikan tanpa sepengetahuan Hatta dan Agus Salim. Juga, penandatanganannya baru dilakukan pada 22 Mei 1948, setelah Perjanjian Renville ditandatangani pada 17 Januari 1948. Soeripno dipaksa pulang ke Indonesia. Dia tiba di Bukittinggi bersama Musso yang menyamar sebagai sekretarisnya, Soeprapto. Pada 11 Agustus 1948, dia dan Musso sampai di Yogyakarta. Pada 13 Agustus 1948, Soeripno memberikan ceramah di hadapan pemuda-pemuda Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia BKPRI. Dalam ceramahnya, dia memuji Uni Soviet karena mengakui kemerdekaan Indonesia dan tidak pernah mengakui kedaulatan Belanda di Indonesia. Dalam ceramahnya juga dia mengatakan kalau dia berperan di dalam melicinkan jalan bagi pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Uni Soviet. Radio Voice of Free Indonesia menyiarkan bahwa sejak 18 September 1948 pemerintah Indonesia memberhentikan Soeripno sebagai wakil Indonesia di Uni Soviet dan Eropa Timur. “Alasan pemecatan itu ialah karena Soeripno pada 18 September 1948 telah melakukan pemberontakan terhadap Republik Indonesia,” tulis Pelita Rakjat, 2 Oktober 1948. Soeripno terlibat dalam peristiwa Madiun. Musso, teman seperjuangannya, tewas dalam insiden tersebut. Sementara itu Soeripno dan Amir Syarifuddin ditangkap TNI pada 1 Desember 1948. Mereka kemudian diangkut ke Yogyakarta dan ditahan di sana sebelum akhirnya dieksekusi di Purwodadi. Sebelum dihukum mati dengan cara ditembak, Soeripno mengajukan satu permintaan menulis surat untuk istrinya, yang dia nikahi pada 1947 di London. Nama Soeripno pun seolah lenyap dari sejarah negeri ini.
Salahsatu isi perjanjian tersebut adalah Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia satu tahun setelah pengakuan kedaulatan. Keputusan tersebut tidak pernah ditepati oleh Belanda. Pada tanggal 3 Mei 1956 membatalkan hubungan Indonesia-Belanda berdasarkan perjanjian KMB. Pembatalan tersebut dilakukan secara sepihak oleh Indonesia
Diategaskan percuma saja Belanda menawarkan rekonsiliasi jika pemerintahan negeri kincir angin itu tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. “Pemutusan hubungan diplomatik juga karena Belanda tidak mau meminta maaf kepada bangsa Indonesia atas kejahatan kemanusiaan, terutama yang dilakukan Belanda selama agresi militer 1945-1950,” kata Batara.
Padamasa ini Sultan Banten telah mulai secara intensif melakukan hubungan diplomasi dengan kekuatan lain yg ada pada waktu itu, salah satu diketahui surat Sultan Banten kepada Raja Inggris, James I tahun 1605 & tahun 1629 kepada Charles I. Kesultanan Banten merupaken sebuah kerajaan Islam yg pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. WilayahIndonesia pasca kemerdekaan tahun 1945 adalah mencakup seluruh wilayah bekas jajahan Belanda. Hal ini didasarkan pada prinsip Uti Possidetis dalam hukum internasional. Secara makro konsep ini tidak banyak menimbulkan masalah. Klaim wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dan dari Pulau Miangas di ujung Sulawesi Utara sampaiHubungandiplomatik antara China dengan Australia terus tumbuh dan semakin matang, kerangka hubungan diplomatik antara China dan Australia dibangun atas dasar mutual respect atau hubungan timbal-balik. Pada tahun 2008-2009 Autralia menobatkan China sebagai largesttrading partner, hal ini dikarenakan suksesnya perdagangan yang dilakukanantara
Sektorjasa adalah penyumbang terbesar PDB, yang mencapai 45,3% untuk PDB 2011. Sedangkan sektor industri menyumbang 40,7%, dan sektorpertanian menyumbang 14,0%. Meskipun demikian, sektor pertanian mempekerjakan lebih banyak orang daripada sektor-sektor lainnya, yaitu 44,3% dari 95 juta orang tenaga kerja. P1yP.